Minggu, 24 Desember 2017

Desember

Penutup tahun ini, Desember. Bulan yang paling akhir, Desember. Mungkin bisa dibilang Desember itu pelabuhan. Tempat terakhir setelah melakukan perjalanan panjang, dengan berbagai ceritanya. Mulai dari sapaan angin yang menyentuh dengan lembutnya. Matahari yang selalu memberi senyuman hangat untuk mereka yang sedang bernapas. Bahkan ombak yang semula tenang, bisa saja menyenggol hingga gravitasi tak dapat berbuat apa-apa.
Tapi, tak selalu angin yang menyapa mu lebih dulu. Tak juga matahari ataupun ombak. Itu terjadi begitu saja tanpa kau sadari.

Desember ku waktu itu, diakhiri oleh ombak yang tiba-tiba membuatku terkejut. Semua terjadi sesuai urutan itu. Andai aku bisa mengubah urutannya, mungkin akan ku taruh angin di bagian belakang. Saat itu, aku memutuskan untuk berhenti berlayar ditengah laut. Bukan tanpa alasan, karna haluan pada kapal ku telah hilang tersapu ombak. Lantas apa yang harus aku perbuat di tengah laut? Menunggu ombak kembali membenturku? Atau menunggu ombak mengganti haluan ku yang baru? Mustahil, menurutku. 

Minggu, 08 Oktober 2017

Menghilang

Hai, rambut hijau. Betapa beruntungnya dirimu. Menjadi makhluk hidup namun tak perlu memikirkan apapun, bisa jadi membuat dua bola yang mengapit hidung ini menjadi kemerahan, juga bisa menghilangkannya. Dibawah kapas-kapas putih dan biru, juga pancar kuning yang rutin hadir. Menikmati setiap hembusan yang dibuat oleh angin. Dengan senang hati dirimu menerima itu, walaupun kau tahu nantinya akan terombang-ambing. Setelahnya kau akan tetap berdiri tegak. Berbeda denganku, kulit ini digigit semut saja, bisa jadi masalah besar. Iya. Karna setelahnya, terdapat luka seperti kumbang yang tengah hinggap. Dan itu mengganggu menurutku. Aku akan terus memikirkan itu, sampai kumbang melanjutkan perjalanannya lalu menghilang. Jika kumbang tetap berada disitu, aku akan meminta agar aku saja yang menghilang. Terserah. Mau berapa lama pun ia disitu, selamanya juga tak masalah. Tapi apa mungkin seseorang menghilang begitu saja? Jawabannya tentu tidak mungkin. Menurutmu ini berlebihan? Tak apa, memang nyatanya begitu. Hal semacam itu mungkin bagaikan memetik daun, menurut yang lainnya. Mudah. Tapi bagiku ini seperti mengajak singa bergurau disaat penghuni perutnya sedang tak tinggal. Menyeramkan. Tak nyaman, itu yang ku rasakan. Lantas apa yang harus aku lakukan pada diriku sendiri? Pertanyaan itu selalu terngiang, tanpa adanya jawaban. Biarlah. Mungkin nanti, akan ada yang sanggup memberi jawabannya padaku. Meski aku tahu, tidak benar-benar ada yang bisa. Sebab aku memikirkannya seorang diri, tidak bersama mereka atapun yang lainnya.

Kamis, 03 Agustus 2017

Pikiranku...

Ingin sekali jika berada ditempat yang jauh dari suara-suara dentuman mesin, kumpulan udara yang membentuk koloni sehingga terlihat abu jika mereka bergabung. Ingin sekali jika yang ada hanya suara-suara tapak kaki yang terdengar seperti melodi dari setiap kaki yang berbeda. Dan yang terpenting adalah dikelilingi peserta upacara yang tengah berbaris rapih dengan rambut mereka yang hijau alami. Sungguh! kedua manik yang mengapit hidungku ini selalu merasa nyaman melihatnya. Seolah-olah mereka saling berbicara satu sama lain dengan terus merasa senang karna masih bisa melihat hal senyaman dan seindah ini. Diriku selalu merasa jika aku seorang diri sekalipun, aku akan merasa tenang bila aku dikelilingi si rambut hijau yang tingginya melebihi manusia dimuka bumi. Karna dengan begitu, aku tidak perlu repot untuk menutupi kepalaku agar tidak berhadapan langsung dengan sang surya yang tengah kegirangan begitupun dengan sang awan yang tengah bersedih. Jika pemilik semesta ini berbaik hati dalam hal pengabulan, aku ingin sekali ia mengabulkan satu dari sekian banyak hal yang aku harap dapat terkabul secara bersamaan. Ya.. itu egois mengingat kami si pemilik kaki dan tangan pemberian oleh-Nya, dapat bernapas dengan leluasa atas kehendak-Nya. Hal yang aku harap dapat dikabulkan kali ini, aku ingin sekali berada ditempat yang banyak si rambut hijau dengan suasana sejuk namun tidak terlalu dingin dan tidak ada besi-besi yang terangkai kemudian jalan dikemudikan. Tempat dimana setiap orang yang menapakkan kaki disini hanya memikirkan tentang keindahan, ketenangan dan kekaguman. Mengapa aku tidak menyisipkan “kebahagiaan” ? sederhana saja, jika kau sudah merasa tenang dalam hidupmu apa kamu masih belum merasa bahagia? apa kamu masih merasa menjadi manusia yang menyedihkan? apa kamu masih memikirkan tentang ketidak beruntungan yang kamu alami? Kau bisa jawab sendiri bukan? Mungkin hal yang sangat aku harapkan dapat terkabul tidak begitu saja terwujud. Sang pencipta tidak akan membiarkan hasil ciptaan-Nya itu hidup tanpa memetik pelajaran dalam pengalaman dikarenakan hidupnya yang begitu nyaman. Karna sang pencipta ingin hasil ciptaan-Nya dapat belajar dan terus belajar entah dari pengalaman yang membuat bibir itu melengkung ke atas atau melengkung ke bawah.

Minggu, 30 Juli 2017

5:22 pm

Apa semua manusia tak saling kenal di dunia ini memiliki “kesamaan” dalam pertemuan? Pertemuan itu layaknya pikiran manusia, setiap detiknya kita tak bisa duga apa yang akan kita pikirkan untuk waktu selanjutnya. Bisa saja kita berpikir yang tak kita kehendaki untuk dipikirkan. Seperti halnya manusia disebrang sana, disaat langit tampak redup dengan alunan lagu so hello from the outside .... to tell you im sorry for breaking your heart begitu adelle menyanyikannya. Manusia itu hanya termenung dengan melihat kearah genting berwarna oranye. Dengan bola mata yang hampir saja penuh dan terasa panas seperti akan ada lava yang memaksa keluar, mungkin ia sedang berpikir tentang hal yang tiba-tiba merasuki kepalanya, entah dari celah mana. Dan disaksikan langsung oleh benda-benda sekitar yang sengaja membisu untuk tidak mengganggunya, bisa jadi didalam pikirannya itu terdapat sedikit gundukan penyesalan. Penyesalan akan pertemuan singkat yang kini hanya membayang di udara, kapan saja bisa datang dan juga bisa pergi. Terhirup oleh hidung kemudian terus masuk kedalam rongga-rongga, memang semua tak bisa direncanakan se-apik mungkin akan ada kalanya semua itu terasa perih sama seperti ketika debu menyerang bola matamu kemudian yang terdengar hanya rintihan. Setelah itu, yang kau rasakan hanya tak nyaman lalu perlahan semua perih dan ketidak nyamanan itu hilang berkat sentuhan halus kedua tanganmu sendiri. Sepele bukan? tapi nyatanya hal sepele macam itu bisa membuat hal yang tak terduga.

Selasa, 27 Juni 2017

11:22 pm 25 Juni 2017

Disaat suapan terakhirnya menyantap sepiring nasi yang dipadatkan dalam satu ruangan kemudian disiram oleh kuah bersantan tepatnya pukul 11.22 pm. Ia terpikirkan sesuatu, tidak terlalu penting sih hanya saja ia penasaran kenapa kau begitu. Pikirannya ini diawali dari kau yang tidak mengikuti ia. Setelah lama mencari beribu dugaan itu, ternyata hanya ia saja yang tak diikuti oleh kau sedangkan lainnya yang memiliki nasib sama sepertinya masih diikuti oleh kau. Apa kau sudah tak ingin lagi mengenalnya? Memangnya kesalahan ia ini sebesar bumi sampai-sampai kau tak ingin mengenalnya lagi? Apa ia ini paling berbeda dengan yang lainnya? (Beda yang dimaksud ialah jika dirinya ini paling aneh diantara yang lainnya) Segitu anehnya kah ia sampai kau tak ingin mengenalnya lagi? Bila iya, kau manusia pertama yang berhasil menobatkan diri sendiri sebagai firaun dalam abad ini. Ia bukan memaksa untuk dikenal ataupun diingat, tapi ia lebih memilih untuk tidak mengenal kau sama sekali dihidupnya daripada ia harus terhapus seperti tulisan dalam kertas yang tak dikehendaki oleh penulisnya. Ia yakin banyak diantara manusia dibumi ini memiliki pemikiran yang sama dengannya. 

Selasa, 30 Mei 2017

5:10 am

        Musim lalu, berbeda dengan musim saat ini. Yang membuatnya berbeda sebenarnya tidak terlalu penting bagi pohon kelapa di sebrang sana. Ini hanya tentang sesuatu yang belum ku alami sebelumnya. Saat itu angin seolah menguasai tubuhku, seolah aku harus mengikuti kemana alur ini akan berhenti. Sungguh! Saat itu aku tidak benar-benar ingin merasakan hal yang sebelumnya telah menutup diriku sendiri. Karena tidak mudah berdiri setelah jatuh, tertawa setelah menangis, meminta maaf setelah bertengkar, menerima kenyataan setelah tahu semuanya. Di situ aku mencoba berkompromi pada angin tapi, aku tak bisa apa-apa menolak pun mustahil. Semakin lama aku menikmati kemana alur ini berjalan dan aku tahu kemana sebenarnya alur ini akan berhenti. Kali ini angin tak lagi menguasai tubuhku, harus ku akui aku telah terbawa oleh alur ini. Aku lupa setiap alur akan berakhir sama yaitu menjauh, menjauh dan menjauh. Salahku terlalu menikmati setiap alur yang dibuatnya sampai-sampai aku terlupa. Yang ku tahu kini, aku tak akan begitu saja membuka ruang bagi angin atau apapun yang mencoba meyakini ku. 

Sabtu, 05 November 2016

7:15 PM 05 November 2016

jangan ragukan hati seorang penyairJika pohon itu adalah penyair, beruntunglah burung yang dapat membangun istana di salah satu ranting-rantingnya. Ia tak akan sampai hati melakukan segala macam cara untuk menyuruhnya pergi dan gagal membangun istana. Karena jika dirinya akan pergi tanpa alasan sekalipun, ia tak akan melarang ataupun menahan. Dirinya dapat bebas pergi dan kembali sesuka hatinya, yang ia tahu setiap masa bersamanya tak pernah terhapus dari memori yang begitu banyak ruang sampai semua ini dapat dituangkan kata demi kata. 

Desember

Penutup tahun ini, Desember. Bulan yang paling akhir, Desember. Mungkin bisa dibilang Desember itu pelabuhan. Tempat terakhir setelah melak...